Untukmenghitung weton Jawa, caranya cukup mudah. Tabel diatas adalah semacam kunci jawaban dimana tugas Anda hanya menjumlahkan saja weton kelahiran orang yang ingin dihitung. Misalnya anak Anda lahir pada Rabu Wage, untuk menghitung wetonnya jumlahkan nilai 7 dari hari dan nilai 4 dari pasaran. 7 + 4 = 11. Maka, neptu weton anak Anda adalah 11. Pengertian Mitoni Langkah-langkah Serta Manfaatnya! – Negara Indonesia merupakan negara kaya tradisi dan adat istiadat. Berbagai macam tradisi hadir dari berbagai sudut daerah. Tradisi yang melekat pada setiap daerah merupakan tradisi yang turun menurun dari nenek moyang, salah satunya di daerah pulau Jawa. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang masih kaya akan tradisi dan budaya dari nenek moyang. Lahirnya suatu tradisi biasanya berkaitan erat dengan peristiwa alam atau bencana yang terjadi. Sebagian besar peristiwa tersebut akan dikaitkan dengan serangkaian ritual tertentu. Ritual yang dilaksanakan tidak lepas dari berbagai simbol dan arti. Bentuk kebudayaan sering diwujudkan berupa simbol-simbol, masyarakat Jawa kaya akan sistem simbol tersebut. Sepanjang sejarah masyarakat Jawa, simbol telah mewarnai tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan, dan religi. Sistem simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan. Tradisi yang masih bertahan dimasyarakat sampai adalah tradisi mitoni. Tradisi ini dilaksanakan pada ibu hamil pertama saat kandungan berusia 7 bulan. Mitoni merupakan ungkapan rasa syukur serta permohonan agar diberi perlindungan dan keselamatan kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Tradisi ini berkembang di daerah pulau jawa. Tradisi ini terdiri dari beberapa rangkaian yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Namun sebagian besar daerah memiliki kesamaan bentuk acara pada pelaksanaan mitoni, antara lain membuat rujak, siraman calon ibu, memasukkan telur ayam kampong, pantes-pantes, membelah kelapa gading, dan selamatan. Waktu untuk melakuakan mitoni tergantung dari yang mempunyai hajad. Umumnya melaksanakannya dipagi hari, sore dan malam hari. Mitoni iyalah tradisi yang sudah lama sampai sekarang ini, maka muncul suatu mitos yang menyatakan bahwa jika tidak melakukan mitoni, maka dikhawatirka akan terjadi hal-hal buruk pada ibu hamil dan jabang bayi. Kedatangan mitos dikarenakan adanya tradisi mitoni yang sudah kental di masyarakat. Rata-rata masyarakat akan melaksanakan mitoni pada kehamilan pertama. Hal ini dapat memunculkan pertanyaan apakah ada hubungan antara keselamatan ibu hamil dan bayi dalam tradisi mitoni?. Berdasarkan pola pikir tersebut maka makalah ini akan memaparkan tentang kebenaran mitos pada mitoni dan hubungannya dengan keselamatan bagi calon ibu dan bayi dalam kandungan Daftar Isi1 Pengertian Mitoni2 Membuat Siraman Calon Memasukkan Telur Ayam Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 Membelah Kelapa Selamatan3 Langkah –langkah prosesi 7 bulanan4 Manfaat 7 Bulanan Mitoni berasal dari Bahasa Jawa “pitu” yang artinya tujuh. Angka tujuh ini dimaksudkan bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan pada saat bayi menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan Adriana, 2011. Tidak hanya itu masyarakat pun menyebutnya sebagai tingkeban. Yang artinya iyalah tutup, mangkanya tingkeban adalah upacara penutup selama kehamilan hingga bayi dilahirkan. Upacara tingkeban atau mitoni adalah upacara yang diselenggarakan pada bulan ke tujuh masa kehamilan dan hanya dilakukan terhadap anak yang dikandung sebagai anak pertama bagi kedua orang tuanya. Hal ini tidak terlepas dari persepsi dan keyakinan orang Jawa bahwa tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu yang berarti pituduh petunjuk, pitulung pertolongan. Tujuan melaksanakan mitoni yaitu memohon pertolongan kepada Allah. Upacara ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan. Mitoni adalah susunan upacara peredaran hidup yang saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Jawa. Mitoni dilakukan saat usia kandungan berumur tujuh bulan. Upacara tujuh bulan dalam masyarakat Jawa paling sering dilakukan di kalangan masyarakat Jawa dibandingkan upacara kehamilan lainnya. Upacara mitoni pada masa sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa baik dilingkungan keraton maupun di lingkungan masyarakat biasa. Yana, 2010. Prosesi tata cara pelaksanaan mitoni pada setiap daerah berbeda- beda, tergantung pelaksana dan pemangku adat yang ada di daerah tersebut. Ada yang hanya menggunakan tradisi Jawa saja, ada yang hanya mengundang orang agar dibacakan tujuh surat dalam al-Qur’an saja, dan ada juga yang melaksanakan keduanya. Pada upacara mitoni terdapat beberapa rangkaian acara seperti siraman, kenduri, pantes-pantes, pembacaan surat-surat al-Qur’an dan lain sebagainya. Pada pelaksanaan acara ini dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, para sesepuh serta tokoh agama Nasir, 2016. Menurut Fitroh 2014 Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan, serangkaian upacara yang diselengggarakan pada ritual tingkeban secara garis besar adalah sebagai berikut Membuat Rujak Dalam tradisi Jawa membuat rujak dilakukan oleh ibu jabang bayi. Jika bumbunya rasanya asin, biasanya jabang bayi lahir prempuan. Bila tidak asin biasanya lahir laki-laki. Akan tetapi karena teknologi medis sudah ada sedemikian canggih, sampai ditemukan USG empat dimensi. Jenis kelamin bayi sudah dapat diketahui lebih dini. Siraman Calon Ibu Upacara siraman dilakukan oleh sesepuh atau keluarga dari pemilik hajat sebanyak tujuh orang. Hal ini bertujuan untuk memohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Calon ibu memakai kain 7 batik yang dililitkan kemben pada tubuhnya. Dalam posisi duduk, calon ibu mula-mula disirami oleh suaminya, lalu oleh orang tua dan keluarga lainnya. Maksud upacara ini adalah untuk mencuci semua kotoran dan hal-hal negatif lainnya. Memasukkan Telur Ayam Kampung Setelah siraman, telur ayam kampung di masukkan ke dalam kain si calon ibu oleh sang suami melalui dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilakukan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan lancar dan selamat. Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 kali Upacara pantes-pantes adalah upacara ganti busana yang dilakukan dengan tujuh jenis kain batik yang berbeda. Motif kain batik dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan si bayi kelak memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain. Fungsi dan tujuan busana pada mitoni berkaitan dengan pengharapan, dan keselamatan lahirnya bayi Nurcahyanti, 2010. Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Para ibu yang hadir waktu ditanya apakah si calon ibu pantas memakai baju-baju tersebut memberikanlah jawaban “dereng Pantes” belum pantas. Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa kain lurik dengan motif sederhana, yaitu Lasem, baru ibu-ibu yang hadir menjawab “ pantes” pantas. Hal tersebut mendoakan supaya sang bayi nantinya menjadi orang yang sederhana. Angka 7 melambangkan 7 lubang tubuh 2 di mata, 2 di telinga, 1 hidung, 1 di mulut, dan 1 di alat kelamin, yang harus selalu dijaga kesucian dan kebersihannya. Ada pengertian lain dari angka 7 ini disebut keratabasa. Angka 7, dalam bahasa jawa disebut pitu, keratabasa dari pitu-lungan pertolongan. Motif kain di pakai yang paling bagus dengan harapan supaya nanti sang bayi memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambung kain Sidoluhur Artinya supaya bayi tersebut menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur. Sidomukti Artinya supaya bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya. Truntum Artinya supaya keluhuran budi orang tuanya menurun pada sang bayi. Wahyu tumurun Artinya agar anak yang akan lahir menjadi orang yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa dan selalu mendapat petunjuk serta perlindungan dari-Nya. Udan riris Artinya supaya anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya. Sido asih Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih. Lasem Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa. Membelah Kelapa Gading Selanjutnya dua butir kelapa gading yang masing-masing telah digambari Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, gambar tokoh wayang melambangkan doa, agar nantinya si bayi jika laki-laki akan setampan Dewa kamajaya dan jika wanita secantik Dewi Ratih. Kedua dewa dan dewi ini merupakan lambang kasih sayang sejati. Oleh si calon ibu, kedua butir kelapa diserahkan pada suaminya calon bapak, yang akan membelah kedua butir kelapa gading menjadi dua bagian dengan bendo. Ini melambangkan, bahwa jenis kelamin apapun, nantinya, terserah pada kekuasaan Allah. Selamatan Selamatan dilaksanakan pada malam hari setelah melalui beberapa ritual yang disebutkan diatas. Terkadang sebagian masyarakat menggabungkan acara selama Bentuk selamatan disini tuan rumah mengundang para warga khususnya para Bapak Kyai atau Ustadz untuk datang kerumah pada jam yang telah ditentukan. Beberapa surat yang sering dipilih dalam pembacaan Al-Qur’an pada acara mitoni antara lain surat Yusuf, Luqman, Maryam, Yasin, Al-Wa’qiah, Ar -Rahman, Al Mulk, Toha dan An-Nur. Surat-surat yang dipilih tidak terlepas dari makna dan harapan-harapan kepada bayi yang akan dilahirkan kelak. Misalnya surat Yusuf, pembacaan surat ini diharapkan bahwa anak yang kelak lahir adalah anak yang tampan dan memiliki sifat-sifat baik seperti Nabi Yusuf, pembacaan Surat Maryam bertujuan agar bayi yang dilahirkan jika perempuan akan menjadi wanita suci dan solihah, begitu juga dengan surat-surat lainnya. Langkah –langkah prosesi 7 bulanan Kedua pasangan duduk di kursi yag telah disiapkan, dibawah kursi telah ada 1 ekor ayam putih dan atas pangkuan sang ibu diberi telur ,setelah itu ditutupi oleh kain putih dan kedua jari tangan pasangan ini diikat oleh tali putih . wanita diikat di jari tangan sebelah kanan dan laki-laki di jari tangan sebelah kiri, ikatan ini bertujuaan agar bayi yang mereka kandung setelah lahir memiliki ikatan yang erat dengan orang tuanya. Ibu dari pasangan ini menggendong kelapa yang bertuliskan tulisan madura, kelapa yang digendong oleh orang tua perempuan di berikan kepada calon ayah sementara kelapa yang digendong oleh orang tua laki-laki diberikan kepada calon ibu, kelapa ini di ibaratkan bayi bagi mereka, sehingga mereka sangat berhati-hati saat memangku kedua kelapa tsb. Kedua pasangan ini di beri asap kemenyan dengan tujuan agar bayi yang mereka kandung lahir dengan selamat. Dukun dari sang bayi mengambil air dari tempat yang sudah disediakan. Sebelum air di siramkan kepada ke dua pasangan air tersebut d bacakan doa terlebih dahulu barulah di siramkan kepada kedua pasangan . Setelah dukun menyiramkan air kepada kedua pasangan, barulah orang tua dan kerabat menyiramkan air kepada kedua pasangan dengan memberi uang seikhlasnya. Hal ini bertujuan untuk mensucikan calon ibu dan calon bayi yang sedang di kandung. Setelah itu kelapa yang mereka pangku diambil oleh kedua orang tua pasangan dan di bawa kedalam rumah. Ikatan tali di jari tangan mereka di buka lalu diambil, setelah itu kain putih yang ada di pangkuan pasangan diambil, dengan begitu telur yang ada di pangkuan calon ibu langsung jatuh dengan sendirinya dan telur itupun pecah, namun jika telur itu tidak pecah maka telur itu harus diinjak sampai telur itu pecah . Manfaat 7 Bulanan Agar bayi yang ada di dalam kandungan lahir dengan selamat. Agar diberi kemudahan saat melahirkan. Agar diberkahi oleh Allah swt. Agar bayi yang mereka lahirkan kelak menjadi anak yang sholeh dan sholeha. Demikian sedikit pembahasan mengenai Pengertian Mitoni Langkah-langkah serta Manfaatnya! semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare . Baca juga artikel lainnya tentang Apa Itu Gerakan 3A? Tujuan, Pendiri, Sejarah dan Latar Belakang Pengertian Debat Tujuan, Etika, Unsur, Jenis, Ciri, Norma Pengertian Hadits Struktur, Klasifikasi dan Hadits Qudsi! Pengertian Ekonomi Prinsip, Macam, Tujuan dan Manfaat! 6 Rukun Iman Pengertian, Penjelasan, Menjaga, Yang Membatalkan

anything: macam- macam nasi tumpeng from dilanjutkan dengan prosesi brojolan agar si bayi lahir ke dunia . Cara menghitung 3 bulanan bayi adat jawa. Calon bayi yang mulai memiliki kehidupan agar sang calon bayi kelak . Mitoni, tingkeban, atau tujuh bulanan merupakan suatu prosesi adat jawa yang.

Daftar Isi Tata Cara Menghitung Weton Jawa Untuk Pernikahan Neptu Dhino Hari Neptu Pasaran Makna Hasil Hitung Weton Jawa Untuk Pernikahan 1. Pegat atau Cerai Hasil hitungan 1,9,17,25, dan 33 2. Ratu atau Diratukan Hasil Hitungan 2,10,18,26, dan 34 3. Jodho atau Jodoh Hasil Hitungan 3, 11, 19, 27, dan 35 4. Topo atau Masalah Hasil Hitungan 4, 12, 20, 28, dan 36 5. Tinari atau Bahagia Hasil Hitungan 5, 13, 21, dan 29 6. Padu atau Pertengkaran Hasil Hitungan 6, 14, 22, dan 30 7. Sujanan atau Perselingkuhan Hasil Hitungan 7, 15, 23, dan 31 8. Pesthi atau Harmonis Hasil Hitungan 8, 16, 24, dan 32 Contoh Menghitung Weton Jawa Untuk Pernikahan Ramalan Weton Jawa Untuk Pernikahan 1. Wasesa Segara Sisa Hitungan 1 2. Tunggak Semi Sisa Hitungan 2 3. Satriya Wibawa Sisa Hitungan 3 4. Sumur Sinaba Sisa Hitungan 4 5. Satria Wirang Sisa Hitungan 5 6. Bumi Kepetak Sisa Hitungan 6 7. Lebu Ketiup Angin Sisa Hitungan 7 Contoh Hitungan Ramalan Weton Jawa Untuk Pernikahan Solo - Masyarakat Jawa memiliki beragam tradisi warisan nenek moyang yang bertujuan untuk menjaga keselamatan, kedamaian, dan rasa syukur. Salah satu tradisi tersebut adalah menghitung weton calon pengantin saat hendak melangsungkan Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, weton adalah hari lahir seseorang dengan pasaran Jawanya, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Masyarakat Jawa kebanyakan masih berpegang teguh pada hitungan weton jodoh untuk mengetahui baik buruk atau cocok dan tidak cocok dengan pasangan adat Jawa, penghitungan weton jodoh ini dipercaya dapat mengetahui baik buruk maupun cocok dan tidak cocoknya pasangan yang akan hendak menikah. Adapun tata cara penghitungan weton tersebut adalah dengan menjumlahkan weton masing-masing, sehingga menemukan angka yang memiliki makna tersendiri. Berikut ini tata cara menghitung weton jodoh, dikutip detikJateng dari Jurnal Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya dengan judul Analisis Bentuk dan Makna Perhitungan Weton Pada Tradisi Pernikahan Adat Jawa Masyarakat Desa Ngingit Tumpang karya Andika Simamora perhitungan weton jodoh menggunakan neptu dhino dan neptu pasaran, yaituNeptu Dhino Hari- Ahad 5- Senin 4- Selasa 3- Rabu 7- Kamis 8- Jumat 6- Sabtu 9Neptu Pasaran- Kliwon 8- Legi 5- Pahing 9- Pon 7- Wage 4Makna Hasil Hitung Weton Jawa Untuk Pernikahan1. Pegat atau Cerai Hasil hitungan 1,9,17,25, dan 33Pasangan yang hasil perhitungannya pegat akan menghadapi masalah yang berujung pada perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi maupun perselingkuhan yang kemungkinan besar dapat menyebabkan bukan hasil perhitungan yang baik. Weton Ini banyak dihindari dikarenakan kemungkinan terburuk dalam perkawinan yang akan dijalani yaitu cerai. Kalau Pasangan Yang weton nya jatuh di pegat ada sisa empat dalam hitungan jawa yaitu sandang, pangan, papan, lara. Cara mengatasi perkawinan yang jatuh pegat, ada beberapa unsur yaitu sanggar waringin, lembu katiup angin, dan bumi melakukan pernikahan hindari hitungan tentang tibo wangke atau jatuh buntel mayit, jangan mengikuti naga hari yaitu cara pemasangan tenda tarup. Solusinya adalah diwajibkan untuk memperbanyak berbagi kepada anak yatim piatu dan juga janda-janda jompo. Semua ketetapan hanya milik Allah, semua Allah yang menentukan. Pasanganyang hasil weton nya mendapat pegat usahakanuntukmemperbanyak ikhtiar dan Ratu atau Diratukan Hasil Hitungan 2,10,18,26, dan 34Sesuai dengan namanya, pasangan yang hasilnya ratu berarti pasangan ini akan hidup seperti seorang ratu atau diratukan dengan harta dan hidup harmonis, pasalnya pada pasangan ini sudah ditakdirkan untuk berjodoh sehingga disegani, dan dihargai oleh masyarakat. Pasanganini jugamembuat iri sebagian orang karena rumah tanggayangdibangunnya begitu damai. Hitungan weton ratu ini merupakan satuan yang istimewa, karena secara hitungan bagus. Weton ini merupakan salah satu hitungan jodoh yang paling bagus diantara hitungan weton yang lainnya. Dimana Pasangan yang memperoleh hasil hitungan satu ini merupakan jodoh Jodho atau Jodoh Hasil Hitungan 3, 11, 19, 27, dan 35Jodoh artinya pasangan ini dipercaya dapat membangunrumah tangga yang harmonis hingga akhir hayat dimanahasildari jodoh ini menunjukkan kesamaan yang dimiliki pada pasangan dan sudah ditakdirkan untuk berjodoh, pasangan yang mendapat hitungan ini dapat saling menerima kelebihan serta kekurangan pasangan. Bagi masyarakat jawa weton jodoh ini dipercaya memberikan gambaran kecocokan pada pasangan yang akan berencana untuk melangsungkan pernikahan. Perhitungan dari weton jodoh ini meramalkan dua insan yang akan bersatu. Weton ini merupakan hasil hitung yang baik untuk pasangan yang mendapatkan perhitungan Topo atau Masalah Hasil Hitungan 4, 12, 20, 28, dan 36Pada hitungan topo ini kehidupan awal rumah tangga yang dibina akan menemui banyak masalah, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan selama pasangan tersebut bisa bertahan rumah tangganya akan berjalan baik-baik saja dan harmonis, masalah yang dihadapi oleh pasangan ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya ialah ekonomi, namun ketika pasangan ini sudah memiliki keturunan dan lamanya berkeluarga akan membuat kehidupannya berakhir bahagia. Pasangan yang jatuhnya di tibo topo banyak prihatin, banyak menghadapi cobaan, dan godaan. Pasangan yang tidak mampu untuk melewati permasalahan seperti banyaknya cobaan dan godaan yang terjadi di awal pernikahannya bisa cerai, namun sebaliknya. Pasangan yang perhitungannya jatuh pada topo harus tau bagaimana cara menyikapi permasalahan yang terjadi di dalam rumah Tinari atau Bahagia Hasil Hitungan 5, 13, 21, dan 29Perhitungan hasil tinari ini pasangan ditafsirkan akan hidup bahagia dengan kondisi keuangan yang berkecukupan yang membawa hidupnya untuk mencapai sebuah kebahagiaan serta diberikan kemudahan dalam mencari rezeki dan hidup yang dijalani oleh pasangan ini tidak mengalami suatu kesulitan dan keluarga yang dibangunnyapun harmonis. Weton yang jatuh pada perhitungan tinari ini hasil dari perpaduan weton jodoh. Pasangan yang mendapat weton ini dipercaya hidupnya akan selalu diselimuti oleh keberuntungan. Masyarakat jawa beranggapan bahwa weton tinari lebih baik daripada weton jodoh. Menurut primbon jawa kesuksesan pasangan di kemudian hari dapat ditentukan menggunakan salah satu bagian dari pedoman neptu, yaitu Padu atau Pertengkaran Hasil Hitungan 6, 14, 22, dan 30Kehidupan rumah tangga pada hasil perhitungan padu ini akan sering terjadi pertengkaran atau cekcok. Ada kemungkinan pasangan dengan hasil padu ini dapat berpisah, namun hal tersebut tergantung pada pasangan pengantin dalam menghadapinya, karena pemicu dari pertengkaran ini hanyalah suatu masalah sepele. Masyarakat jawa percaya jika pasangan yang mendapat hitungan weton ini akan selalu cekcok. Pasangan yang mendapat weton padu ini dinilai tidak cocok. Hal tersebut dapat dihindari dengan melakukan ruwatan atau memilih hari pernikahan khusus dan tertentu. Cara tersebut dipercayai dapat meminimalkan kesialan yang dapat terjadi di kemudian hari akibat ketidakcocokan weton Sujanan atau Perselingkuhan Hasil Hitungan 7, 15, 23, dan 31Sujanan memiliki makna yang mirip dengan padu. Dalam kehidupan rumah tangga sujanan ini pasangan pengantin akan mengalami masalah dengan perselingkuhan maupun pertengkaran, hal tersebut dapat disebabkan dari pihak laki-laki yang berselingkuh maupun dari pihak perempuan yang memicu perselingkuhan dalam keluarga yang dibinanya tersebut. Weton ini sangat dihindari oleh pasangan yang mendapat perhitungan jodoh sujanan, banyak masyarakat jawa yang memilih untuk tidak melanjutkan pernikahan akibat weton yang didapat memiliki makna yang tidak jawa percaya bahwa weton sujanan ini dapat mengandaskan rumah tangga yang Pesthi atau Harmonis Hasil Hitungan 8, 16, 24, dan 32Pesthi yaitu keluarga yang Sakinah, Mawadah, dan Warohmah. Kehidupan rumah tangga dari perhitungan pesthi ini nantinya akan selalu aman, damai, dan tentram serta rukun sampai tua. Meskipun di dalam rumah tangga terdapat suatu masalah namun hal tersebut tidak menjadikan rusaknya keharmonisan yang ada pada rumah tangganya. Hitungan Jawa ini menurut masyarakat jawa yang agamis adalah yang terbaik karena kebahagiaan yang tercipta oleh pasangan bukan hanya di dunia saja, namun juga diakhirat. Pasangan yang mendapat hitungan jawa pesthi diyakini hidupnya akan harmonis. Masyarakat jawa banyak menginginkanhitunganjumlah weton yang didapatkannya pesthi karenainginmembangun rumah tangga yang Menghitung Weton Jawa Untuk PernikahanTerdapat pasangan yang bernama Raka dan Lina, Raka lahir pada hari senin wage dan Lina lahir pada hari sabtu pahing. Nilai dari hari senin 4, wage 4, sabtu 9, pahing 9, lalu dijumlahkan 4+4+9+9 = 26, neptu tersebut dibagi dua 262 dan menghasilkan angka angka 13 akan menghasilkan pada tinari, yang artinya jika dipersatukan Raka dengan Lina akan menempuh kehidupannya dipenuhi dengan kebahagiaan dan memiliki kondisi keuangan yang baik serta Weton Jawa Untuk Pernikahan1. Wasesa Segara Sisa Hitungan 1Pasangan ini dipercaya sebagai sosok yang low profile, baik perwatakannya, pemaaf, dan mempunyai wibawa. Selain itu keduanya memiliki pandangan kehidupan yang luas dalam pernikahan. Tidak heran jika diramalkan akan rukun Tunggak Semi Sisa Hitungan 2Tidak hanya pasangan yang diramalkan Wasesa Segara saja, Tunggak Semi pun mudah mencari rejeki. Rejekinya berupa memiliki banyak anak. Di sisi lain, pasangan ini mudah jatuh Satriya Wibawa Sisa Hitungan 3Salah satu keinginan dan harapan setiap penrikahan adalah mendapat anugerah dan dimuliakan. Seperti yang diramalkan, pasangan suami istri akan hidup akan Sumur Sinaba Sisa Hitungan 4Pasangan ini merupakan pasangan yang sering dicontoh. Tidak heran jika kehidupan rumah tangganya merupakan tempat untuk mendapatkan ilmu. Selain itu pasangan ini juga menjadi penolong orang Satria Wirang Sisa Hitungan 5Pasangan Satria Wirang ini diramalkan akan mengalami kesusahan. Salah satu cara untuk menolaknya adalah dengan selamatan menyembelih ayam. Salah satu hal ketidak beruntungan pasangan ini yakni rumah tangganya mengalami kekurangan secara Bumi Kepetak Sisa Hitungan 6Pasangan mendapat ramalan Bumu Kepetak, digambarkan sebagai pasangan yang tertutup, tetapi rajin bekerja. Sisi baiknya, rumah tangga kalian kuat menghadapi kesulitan. Rumah tangga hidup berkecukupan, tapi tersisih dari Lebu Ketiup Angin Sisa Hitungan 7Pasangan ini juga ternyata sering mendapat kesusahan. Selain itu, semua cita-citanya sulit terkabul dan kehidupan tidak Hitungan Ramalan Weton Jawa Untuk PernikahanRaka lahir di hari Senin Wage. Jika dijumlahkan 4 + 4 = 8. Lalu, Lina lahir pada Sabtu Pahing, jika dijumlahkan 9 + 9 = 18. Jadi weton pasangan tersebut adalah 8 + 18 = 26. Untuk mengetahui ramalan weton, setelah ditambahkan kemudian hasilnya dibagi 10 atau 7 dan sisanya tidak boleh lebih dari hasil penjumlahan tersebut, yakni 26, jika dibagi 10 maka tidak ada sisa, maka dibagi 7. Perhitungan seperti ini, 26 7 = atau dibulatkan menjadi 4. Sisanya adalah ramalan weton Raka dan Lina adalah Sumur Sinaba yang artinya pasangan yang sering dicontoh. Tidak heran jika kehidupan rumah tangganya merupakan tempat untuk mendapatkan ilmu. Selain itu, pasangan Sumur sinaba juga menjadi penolong orang serba-serbi mengenai hitungan weton jawa untuk pernikahan, mulai dari tata cara menghitung weton, makna hasil hitungan, contoh cara menghitung, hingga ramalan hasil weton. Simak Video "Pentingnya Siap Mental dan Menyayangi Diri Sendiri Sebelum Menikah " [GambasVideo 20detik] sip/sip Videoini dibuat untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar mengetahui tentang adat mitoni dan bagaimana cara melaksanakannya. ArticlePDF AvailableAbstractThis article discusses the Javanese tradition in the form of mitoni, the writing of this article aims to analyze the mitoni tradition carried out by people in Java, starting from the preparation before carrying out the mitoni tradition ceremony to the stage of implementing the mitoni tradition. The method used in writing this article is a literature study which is used as a source of data taken from journals and digital books, besides that the data collection technique also uses interview techniques conducted to actors who have carried out the mitoni tradition. The result of writing an article is in the form of a tradition which means that it is a habit that is carried out from the ancestors and then passed on from generation to generation from one generation to the next. In this article, we discuss the mitoni tradition. Mitoni is a tradition carried out by the Javanese people when a mother is pregnant with her first child at the age of seven months. This mitoni tradition usually includes the preparation of tools and materials before carrying out the mitoni tradition ritual, then doing the mitoni tradition starting from the bathing stage, splitting coconut ivory, changing seven kinds of cloth, selling dawet ice and rujak. Then when bathing, the dipper used is made of coconut shell. Furthermore, this article also discusses the meaning of the mitoni tradition which is also called tingkeban. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 170 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya Email Abstract This article discusses the Javanese tradition in the form of mitoni, the writing of this article aims to analyze the mitoni tradition carried out by people in Java, starting from the preparation before carrying out the mitoni tradition ceremony to the stage of implementing the mitoni tradition. The method used in writing this article is a literature study which is used as a source of data taken from journals and digital books, besides that the data collection technique also uses interview techniques conducted to actors who have carried out the mitoni tradition. The result of writing an article is in the form of a tradition which means that it is a habit that is carried out from the ancestors and then passed on from generation to generation from one generation to the next. In this article, we discuss the mitoni tradition. Mitoni is a tradition carried out by the Javanese people when a mother is pregnant with her first child at the age of seven months. This mitoni tradition usually includes the preparation of tools and materials before carrying out the mitoni tradition ritual, then doing the mitoni tradition starting from the bathing stage, splitting coconut ivory, changing seven kinds of cloth, selling dawet ice and rujak. Then when bathing, the dipper used is made of coconut shell. Furthermore, this article also discusses the meaning of the mitoni tradition which is also called tingkeban. Keywords Mitoni, Cultural Traditions, Javanese Community Pendahuluan Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki beribu-ribu pulau dengan beragam kebudayaan, suku bangsa, dan tradisi di setiap daerahnya disertai dengan keunikan yang dimiliki di masing-masing daerah. Salah satu tradisi yang dimiliki ialah tradisi mitoni yang dimiliki masyarakat Jawa1. Masyarakat yang ada di Jawa memiliki beragam kebudayaan yang di dalamnya masih terkandung nilai-nilai kearifan lokal, salah satunya adalah tradisi yang dilakukan saat kehamilan hingga ke tahap melahirkan, misalnya 1 Marliyana, Iskandarsyah, dan Wakidi, “Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa di Desa Marga Kaya Kabupaten Lampung Selatan,” PESAGI 4, no. 1 2016. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 171 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 selamatan untuk bayi yang baru lahir selamatan brokohan, selamatan untuk bayi yang berusia 5 hari sepasaran, selamatan untuk bayi yang usinya 35 hari selapanan, selamatan untuk bayi yang berusia 3 bulan 15 hari telunglapan, tradisi 7 bulan kehamilan mitoni, dan tradisi saat bayi berusia 1 tahun ngetahuni2. Pelaksanaan selamatan kehamilan dalam bentuk sebuah tradisi merupakan bentuk rasa syukur serta memohon doa supaya calon bayi bisa mengalami pertumbuhan dengan sehat serta ketika hendak dilahirkan tidak menghadapi rintangan dan lahir dengan selamat. Selamatan yang dilakukan saat sang ibu mengandung seorang anak dapat berupa mapati, mitoni, dan maluhi3. Tradisi adalah semua yang meliputi kepercayaan, ajaran, kebiasaan, serta adat yang diwarisi dari nenek moyang ke generasi penerus secara turun temurun. Mitoni merupakan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Jawa untuk memperingati tujuh bulan usia kandungan individu, mitoni sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu kata pitu yang memiliki arti tujuh. Oleh karena itu tradisi ini dilaksanakan pada kehamilan tujuh bulan. Upacara mitoni hanya dilaksanakan pada kehamilan anak pertama, sehingga pada kehamilan anak kedua, ketiga, dan seterusnya tradisi mitoni ini tidak dilakukan4. Tradisi juga dapat diartikan sebagai adat kebiasaan ataupun suatu proses kegiatan yang menjadi hak milik bersama di dalam suatu kelompok masyarakat, tradisi juga dilakukan secara terus-menerus dalam suatu masyarakat, dan dapat menjadi identitas suatu masyarakat. Selain itu ada juga yang namanya tradisi lisan, artinnya sebuah tradisi yang disampaikan secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang disampaikan melalui lisan5. Adapun di daerah-daerah lain, tradisi mitoni sering kali disebut dengan tingkeban yang dalam pelaksanaannya sudah disesuaikan dengan 2 Yohanes Boanergis, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono, “Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa,” Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 49–62. 3 M. Yusuf Amin Nugroho et al., Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo Bimalukar Kreativa, 2020. 4 Wiranoto, Cok Bakal Sesaji Surabaya CV Jakad Publishing, 2018. 5 R. Sibarani, “Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi Lisan,” Jurnal Ilmu Budaya 1, no. 1 2015 1–17. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 172 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 adat, mulai dari hari pelaksanaanya yang ditentukan di hari Selasa atau hari Sabtu dan dilakukan di tanggal yang ganjil berdasarkan kalender Jawa, seperti tanggal 7 dan tanggal 15 di waktu siang hari pada pukul 11 Tradisi Mitoni yang dilakukan saat usia kehamilan 7 bulan, yang hanya dilakukan untuk anak pertama memiliki tujuan dalam pelaksanaanya berupa memberikan keselamatan bagi bayi saat berada dalam kandungan, saat sudah dilahirkan, dan hingga dewasa. Sehingga upacara mitoni dapat memberikan simbol bahwa anak akan selalu diberikan keberkahan oleh Yang Maha Esa. Tradisi mitoni bagi masyarakat Jawa sangat penting dilakukan, adapun dalam pelaksanaanya ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum upacara mitoni dilakukan, di antaranya yaitu mulai dari persiapan alat dan bahan, hidangan makanan, persiapan kain yang akan digunakan misalnya beragam kain yang di batik dengan motif yang berbeda7. Selain itu, tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta permohonan agar diberi keselamatan bagi calon ibu dan calon anaknya. Di dalam rangkaian pelaksanaan tradisi mitoni juga mengundang keluarga, kerabat, dan tetangga untuk turut serta dan menyaksikan pelaksanaan tradisi mitoni yang dilakukan saat calon ibu mengandung anak pertama di usia kandungan yaitu tujuh bulan8. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan yaitu metode deskriptif. Menurut pendapat Travers 1978 metode deskriptif digunakan dengan tujuan memberikan gambaran mengenai sifat sesuatu yang sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan dan memberikan pemeriksaan mengani sebab-sebab dari gejala tertentu9. Adapun dalam penggalian data yang didapatkan yaitu melalui teknik wawancara terhadap pelaku yang pernah menjalankan tradisi mitoni, dan menggunakan sumber lainnya seperti buku dan jurnal. 6 Puji Rahayu dan Dkk, Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Semarang Forum Muda Cendikia, 2019. 7 F. Setyaningsih, “Bentuk dan Makna Upacara Manusian Yadnya Mitoni dengan Tradisi Jawa,” Jurnal Agama Hindu 25, no. 2 2020 276–89. 8 Baidawi, Sejarah islam di Jawa Yogyakarta Araska, 2020. 9 H. Umar, Riset SDM dalam Organisasi Husein Umar Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 173 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Wawancara adalah sebuah pembicaraan yang mengarah kepada sebuah permasalahan tertentu meliputi tanya jawab secara lisan yang melibatkan 2 orang atau lebih serta bertatap muka, dan mendengarkan keterangan dari narasumber secara langsung saat melakukan wawancara10. Adapun menurut Dexter 1985 wawancara merupakan pembicaraan yang memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai seseorang, sebuah kejadian, sebuah kegiatan, sebuah perasaan dan motivasi serta informasi mengenai kepedulian11. Hasil dan Pembahasan Tradisi Mitoni adalah keadaan seorang wanita yang mengalami kehamilan di usia 7 bulan, sehingga dilakukan sebuah upacara atau ritual yaitu dengan melaksanakan tradisi mitoni yang meliputi tahap pemandian oleh 7 orang, setelah dimandikan kemudian dilakukan pergantian kain sebanyak 7 kain, tahap selanjutnya yaitu menjatuhkan kelapa gading dan di belah menjadi 2, kemudian dilakukan pemecahan telur, lalu menjual es dawet dan rujak yang akan di beli oleh keluarga, saudara, kerabat, dan teman temannya Wawancara Sarinah, 2021. Mitoni adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di tanah Jawa, kemudian tradisi ini dilakukan untuk memperingati usia kehamilan sang ibu yaitu berada pada usia tujuh bulan Wawancara Sabariyah, 2021. Mitoni adalah keadaan suami dan istri yang baru menikah, kemudian sang istri mengandung anak pertama di usia kandungan ke-7 bulan dilakukan sebuah ritual tradisi mitoni, akan tetapi jika usia kehamilan sudah lewat dalam usia 7 bulan maka tidak bisa dilakukan tradisi mitoni Wawancara Kosim M, 2021. Mitoni adalah sebuah tradisi yang dilakukan berupa ritual saat seorang wanita mengandung dengan usia kandungan 7 bulan. Prosesi pelaksanaan mitoni dapat meliputi pemandian ibu hamil dengan air yang sudah dicampur dengan bunga setaman dan dalam pemandian di selipkan doa-doa agar bisa mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Tuhan, supaya sang anak di dalam kandungan dapat lahir secara sehat, selamat, tidak 10 Wiranoto, Makna Simbolik Cok Bakal dalam Upacara Adat Masyarakat Jawa Serta Implikasi Sosial Umat Hindu di Kabupaten Banyuwangi Surabaya CV Jakad Publishing, 2019. 11 M. Nazir, Metode Penelitian Jakarta Ghalia Indonesia, 1998. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 174 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 memiliki kekurangan dalam anggota tubuh, dan mendapatkan rasa kebahagiaan dikehidupannya kelak12. Berdasarkan sejarahnya tradisi mitoni sudah ada sejak zaman pemerintahan seorang bernama Prabu Jayabaya, yang mengisahkan adanya seorang pasangan suami istri yang memiliki nama Niken Satingkeb dan Sadiyo punggawa di kerajaan Kediri. Niken melahirkan 9 anak dari rahimnya akan tetapi tidak ada satu pun dari anaknya tersebut yang hidup, sehongga mereka pergi ke seorang raja bernama Jayabaya menceritakan cerita hidupnya dan meminta agar bisa memiliki anak kembali serta tidak mengalami kejadian yang terjadi dimasa lalunya. Sang Raja Jayabaya akhirnya memberikan sebuah petunjuk untuk Niken Satingkeb supaya melakukan 3 ritual yaitu mandi setiap hari rabu, mandi setiap hari sabtu, mandi suci di sore hari sekitar jam Selain itu alat mandi yang digunakan yaitu berupa gayung tempurung kelapa dan dalam proses pemandian diselipkan doa-doa13. Pelaksanaan tradisi mitoni pada masyarakat Jawa biasanya dilakukan saat kehamilan berusia 7 bulan memiliki rangkaian acara dalam perspektif agama islam meliputi pembacaan ayat suci Al-Qur’an terutama surah Yusuf dan surah Maryam, melakukan khataman Al-Qur’an, melakukan tahlilan, berdoa dan berzikir bersama-sama, serta menyantap makanan yang telah dihidangkan bersama-sama. Tradisi mitoni menggambarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan pendidikan sejak berada di kandungan sang ibu dengan melakukan tradisi ini mulai dari proses pemandian dengan air yang dicampurkan dengan bunga setaman dan dibacakan doa-doa saat prosesi pemandian, yang bertujuan untuk meminta permohonan kepada Allah SWT. supaya anak mendapatkan keberkahan dan rahmat serta dapat lahir secara sehat walafiat dan selamat14. Adapun mitoni juga sering kali disebut tingkeban yang memiliki sebuah arti yaitu selamatan pada saat kehamilan berusia tujuh bulan, kata tingkeb memiliki arti yaitu telah genap atau sudah saatnnya atau juga bisa diartikan bahwa jika bayi lahir di usia tujuh bulan dalam kandungan, hal ini telah di pandang wajar15. 12 Muhammad Mustaqim, “Pergeseran Tradisi Mitoni Persinggungan Antara Budaya dan Agama,” Jurnal Penelitian 11, no. 1 2017 119–40. 13 Mustaqim. 14 Subaidi, Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Jepara Uninus Press, 2019. 15 Sholikhim, Ritual dan Tradisi Islam Jawa Yogyakarta Narasi, 2010. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 175 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan tradisi mitoni Wawancara Sarinah, 2021 antara lain 1. Kelapa Gading 2. Tujuh kain 3. Tujug gayung air sumur 4. Bunga setaman 7 warna 5. Telur Selain itu ada pula persiapan menurut Wawancara Kosim M, 2021 sebelum melakukan tradisi mitoni yaitu 1. Harus mempersiapkan dua buah kelapa Gading yang di gambar dengan sepasang wayang laki laki yaitu arjuna dan wayang perempuan yaitu Sumbadra. 2. Mengambil air dari tujuh sumur, banyaknya air dari satu sumur yaitu sebanyak satu gayung disetiap sumur. 3. Bunga tujuh warna. Bunga ini dicampurkan dengan air yang sudah diambil dari tujuh sumur. Menurut ibu Sabariyah Wawancara, 2021, persiapan tradisi mitoni dapat meliputi 1. Menyiapkan air dari tujuh sumur 2. Bunga tujuh warna 3. Kelapa gading yang kecil 4. Telur 5. Tujuh kain 6. Es Dawet dan Rujak Selain persiapan alat, bahan dan perlengkapan, di dalam pelaksanaan tradisi mitoni juga diperlukan penetapan waktu pelaksanaan yang ditentukan oleh calon ayah dan calon ibu. Waktu pelaksanaan tradisi mitoni yang ditetapkan harus sesuai dengan hari baik dalam hitungan kalender Jawa, misalnya hari senin kliwon, hari kamis kliwon, ahad pon16. Adapun untuk tanggal pelaksanaan tradisi mitoni ditetapkan di tanggal yang ganjil serta tidak melewati bulan purnama, misalnya pada tanggal ganjil meliputi tiga, lima, tujuh, sembian, sebelas, tiga belas, dan tanggal lima belas. Tradisi mitoni ini termasuk ke dalam salah satu kepercayaan masyarakat Jawa yang beranggapan bahwa seorang bayi yang 16 E. Setiawan, “Nilai Religius Tradisi Mitoni dalam Perspektif Budaya Bangsa Secara Islami,” Jurnal Al-Adalah 18, no. 1 2015 39–52. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 176 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 ada di dalam kandungan yang berusia tujuh bulan mulai mendapatkan kehidupan, oleh sebab itu diadakannya tradisi mitoni atau tingkeban untuk selamatan atas kehamilan sang ibu yang mengandung anak pertama17. Perlengkapan bunga sebanyak 7 warna yang penggunaannya yaitu dicampurkan dengan air yang berasal dari 7 sumur berguna untuk sang calon ibu yang akan dimandikan, tujuannya agar calon ibu menjadi wangi dan bersih. Selain itu 7 kain yaitu kain jarit yang digunakan juga memiliki fungsi atau kegunaan sebagai baju ganti calon ibu saat melakukan proses mitoni. Hal ini menyimbolkan jarit sebagai tali pusar bayi sehingga, kelak saat dilahirkan bayi dapat keluar dengan lancar, dan tidak terjadi lilitan tali pusar pada bayi. Kemudian pemecahan telur yang di dapatkan dari ayam kampung dipecahkan, menyimbolkan jika sang calon ibu mengalami pecah ketuban, maka diharapkan saat itu juga bayi bisa lahir dengan selamat18. Selanjutnya setelah dilakukan persiapan ditahap selanjutnya terdapat tahap pelaksanaan tradisi mitoni yang meliputi 1. Siraman, pada tahap siraman ibu hamil diamndikan dengan air dan bunga setaman meliputi bunga mawar, kantil, melati, kenanga. Siraman dilakukan oleh para orang yang lebih tua atau yang sudah biasa melakukan pemandian pada tradisi mitoni. Siraman yang pada ibu hamil yang sedang melaksanakan tradisi mitoni, dilakukan 7 kali siraman dengan tujuan supaya kelak ketika bayi lahir dalam keadaan yang suci dan bersih19. Di dalam tahap siraman ini dilakukan oleh 7 orang yaitu nenek, kakek, orang tua, dan mertua yang akan memandikan sang ibu hamil yang menjalankan tradisi mitoni Wawancara Sarinah, 2021. 2. Telur ayam kampung yang telah disiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam kain yang di pakai oleh sang ibu hamil yang menjalankan tradisi mitoni, yang dilakukan oleh suaminya. Tahapan ini 17 W. Abdullah, “Kearifan Lokal Jawa dalam Tradisi Mitoni di Kota Surakarta,” Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 3, no. 1 2021 19–26. 18 I. Baihaqi, “Karakteristik Tradisi Mitoni di Jawa Tengah sebagai Sebuah Sastra Lisan,” Jurnal Arkhais 8, no. 2 2017. 19 I. Ulya, “Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni Studi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati. Jawa Tengah,” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 2018 116–30. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 177 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 melambangkan bahwa kelak saat proses bayi dilahirkan tanpa adanya rintangan dan berjalan secara lancar20. 3. Selanjutnya memasukkan kelapa gading 2 buah ke dalam kain yang di gunakan oleh sang ibu hamil yang sedang melaksanakan tradisi mitoni. Kelapa gading dimasukkan oleh sang suami sejumlah 2 buah, sudah digambar wayang Arjuna dan wayang Sumbadra. Karakter wayang yang digambarkan melambangkan agar kelak anak-anak dilahirkan memiliki karakter seperti Arjuna dan Sumbadra21. dua buah kelapa Gading yang di gambar dengan sepasang wayang laki laki yaitu arjuna dan wayang perempuan yaitu Sumbadra. Penggambaran wayang ini memiliki makna bahwa jika anaknya laki-laki kelak akan seperti Arjuna dan jika perempuan akan seperti Sumbadra yang memiliki pikiran yang luas, tidak mudah menaruh rasa cemburu, tidak mudah menerima sebuah isu yang belum diketahui kebenarannya Wawancara Kosim M, 2021. 4. Mengganti pakaian ibu dengan 7 kain jarit, dengan motif yang berbeda selanjutnya yang menyaksikan tradisi mitoni dimintah memilihkan kain mana yang cocok dipakaikan kepada calon ibu22. Setelah memecahkan telur dan membelah kelapa gading, calon ibu dari bayi di minta untuk mengganti pakaian menggunakan kain jarik yang sudah disiapkan sebanyak 7 kain Wawancara Sabariyah, 2021. 5. Penjualan rujak dan dawet, para pembeli hanya boleh membayar menggunakan uang logam yang terbuat dari genteng yang di pecahkan, kemudian dibentuk menjadi bulat seperti uang logam. Setelah selesai berjualan, uang logam di masukkan ke kuali tanah liat lalu dipecahkan kembali tepat di bagian depan pintu. Hal ini bertujuan agar calon bayi kelak murah rezekinya, serta mampu dalam memenuhi kebutuhannya dan keluarganya23. 6. Menggelar jamuan dan kenduri dengan tujuan sebagai rasa bersyukur atas karunia serta rahmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha 20 I. Adriana, “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban,” Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 239–47. 21 Retno Intani dan Novita Damayanti, “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang,” Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539–52. 22 Adriana, “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban.” 23 Intani dan Damayanti, “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang.” Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 178 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Esa. Makanan yang disediakan dapat berupa tumpeng yang menyimbolkan kelak calon bayi terlahir sehat dan kuat, serta adanya lauk pauk yang disediakan diantara tumpeng tersebut. Kemudian menyediakan beragam jajanan pasar yang dipercaya akan menimbulkan kekuatan, jika jajanan pasar disediakan secara lengkap sehingga melambangkan doa dan pengharapan akan dikabulkan24. Simpulan Tradisi mitoni merupakan sebuah tradisi Jawa yang dilakukan pada ibu hamil yang mengandung anak pertama dan dalam usia kehamilan yaitu tujuh bulan. Dalam tradisi mitoni ini dilakukan untuk memberikan keselamatan bagi bayi saat berada dalam kandungan, saat sudah dilahirkan, dan hingga dewasa. Adapun dari segi historisnya tradisi mitoni berasal dari seorang wanita bernama Niken Satingkeb yang kehilangan 9 anaknya yang kemudian berkonsultasi dan meminta saran dari Jayabaya yang memberikan saran berupa mandi setiap hari rabu, mandi setiap hari sabtu, mandi suci di sore hari sekitar jam Selain itu alat mandi yang digunakan yaitu berupa gayung tempurung kelapa dan dalam proses pemandian diselipkan doa-doa. Adapun persiapan yang harus dilakukan sebelum melaksanakan tradisi mitoni ini antara lain dengan menyiapkan telur yang diperoleh dari ayam kampung, kelapa gading yang kemudian diberi gambaran karakter wayang Arjuna dan karakter wayang Sumbadra, lalu menyiapkan 7 kain jarik, bunga 7 warna, dan air yang diperoleh dari 7 sumur. Selanjutnya setelah proses persiapan selesai maka masuk ke dalam tahap pelaksanaan yang meliputi siraman dengan air yang sudah dicampur dengan bunga 7 warna, memecahkan telur, membelah kelapa gading, mengganti pakaian menggunakan kain jarik yang telah disiapkan, berjualan es dawet dan rujak kemudian yang terakhir adalah mengadakan jamuan dan kenduri serta menyediakan jajanan pasar untuk para tamu, keluarga, sanak saudara. 24 Intani dan Damayanti. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 179 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Daftar Sumber Buku Baidawi, Sejarah islam di Jawa. Yogyakarta Araska, 2020. Nugroho, M. Yusuf Amin, Agus Wuryanto, Farid Gaban, Erwin Abdillah, dan Fatkhul Wahid. Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo. Bimalukar Kreativa, 2020. Rahayu, Puji, dan Dkk. Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda Cendikia, 2019. Sholikhim. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta Narasi, 2010. Subaidi. Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah Kajian Tradisi Islam. Jepara Uninus Press, 2019. Umar, H. Riset SDM dalam Organisasi Husein Umar. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005. Wiranoto. Cok Bakal Sesaji. Surabaya CV Jakad Publishing, 2018. ———. Makna Simbolik Cok Bakal dalam Upacara Adat Masyarakat Jawa Serta Implikasi Sosial Umat Hindu di Kabupaten Banyuwangi. Surabaya CV Jakad Publishing, 2019. Journals Abdullah, W. “Kearifan Lokal Jawa dalam Tradisi Mitoni di Kota Surakarta.” Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 3, no. 1 2021 19–26. Adriana, I. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban.” Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 239–47. Baihaqi, I. “Karakteristik Tradisi Mitoni di Jawa Tengah sebagai Sebuah Sastra Lisan.” Jurnal Arkhais 8, no. 2 2017. Boanergis, Yohanes, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono. “Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa.” Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 49–62. Intani, Retno, dan Novita Damayanti. “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang.” Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539–52. Marliyana, Iskandarsyah, dan Wakidi. “Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa di Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 180 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Desa Marga Kaya Kabupaten Lampung Selatan.” PESAGI 4, no. 1 2016. Mustaqim, Muhammad. “Pergeseran Tradisi Mitoni Persinggungan Antara Budaya dan Agama.” Jurnal Penelitian 11, no. 1 2017 119–40. Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia, 1998. Setiawan, E. “Nilai Religius Tradisi Mitoni dalam Perspektif Budaya Bangsa Secara Islami.” Jurnal Al-Adalah 18, no. 1 2015 39–52. Setyaningsih, F. “Bentuk dan Makna Upacara Manusian Yadnya Mitoni dengan Tradisi Jawa.” Jurnal Agama Hindu 25, no. 2 2020 276–89. Sibarani, R. “Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi Lisan.” Jurnal Ilmu Budaya 1, no. 1 2015 1–17. Ulya, I. “Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni Studi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati. Jawa Tengah.” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 2018 116–30. ... Selain itu, perlengkapan mandi yang di gunakan berupa batok kelapa dan pada saat prosesi mandi di selipkan doa-doa khusus. Adapun pelaksanaan tradisi tingkeban pada masa Hindu ini dimaksudkan sebagai bentuk permohonan kepada sang Dewa agar senantiasa diberikan keturuan yang berumur panjang, serta bentuk pengharapan atas kesehatan bagi ibu yang sedang mengandung dan janin yang sedang dikandungnya Nuraisyah & Hudaidah, 2021 Secara struktural, dalam pelaksanaan tradisi tingkeban telah di bumbui dengan nilainilai pendidikan aqidah, ibadah dan akhlak. Misalnya dalam tradisi tingkeban terdapat nilainilai pendidikan budi pekerti atau akhlakul karimah sikap dan perbuatan terpuji. ...... Jenis kain diantaranaya Sidomukti melambangkan kebahagian dan kewibawaan, Sidoluhur melambangkan kemuliaan, Truntun teguh pendirian, Parang Kusuma Perjuangan hidup, Semen Rama memiliki cinta dan kasih saying, Udan Riris harapan agar nantinya sang bayi hidupnya selalu menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari, Cakar Ayam kemandirian Nuraisyah & Hudaidah, 2021. ... Miftahul JannahAhmad RivauziThis study aims to determine the values of Islamic education in the tingkeban tradition in the Javanese tribal community in Nagari Preparation Limau Puruik, Kinali District, West Pasaman Regency. This research uses a qualitative approach with ethnographic methods. Researchers collect primary data from observations, interviews and secondary data from literature review. The sample in this study used a non-probability sampling technique with purposive nature with six informants. In this study, the author uses the technique of triagulation of source data. Data analysis techniques using data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Data collection techniques using documentation, interviews, and observations. The results of this study are to determine the series of implementation of the tingkeban tradition and to find out that there has been a process of Islamization of the tingkeban tradition in Nagari Limau Puruik Preparation, the implementation of the tingkeban tradition has been flavored with Islamic values consisting of aqidah, worship and moral UlyaMitoni is a Javanese tradition that performs special rituals. This tradition highlights a philosophical meaning for Javanese women, particularly educational values for a baby in the womb. Concerning its development, these values have shifted from its original meaning promoted by both native Javanese women and Javanese santri students in Islamic boarding schools women. This present study aims to explore educational values for the baby during Mitoni. A descriptive study of continuity was employed in this research. The findings reveal three characteristics of Javanese women’s perspectives on this tradition based on their subjects, namely 1 formalistic-traditionalist Islamic view, 2 semi-formalistic-traditionalist Islamic view, and 3 pure Islamic view. Meanwhile, Mitoni, the Javanese tradition, proposes several educational values for the baby according to the Javanese santri women in Pati, Central Java. First, Mitoni provides the baby with the recognition basis of tauheed oneness of Allah. Second, it enhances parents or prospective parents’ spirit when they educate the baby during pregnancy. Third, this tradition emerges as their effort to give good nutrition for the baby, especially in the seventh month-period of pregnancy. Lastly, Mitoni also demonstrates meaningful understanding for current young generations to preserve this cultural Javanese tradition so as to exist in the futureFarida SetyaningsihDalam masyarakat manusia, yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai tempat waktu dan keadaan maka cara-cara yang ditempuh dalam menunjukkan rasa bhakti pada Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya maka perlu memahami acara Agama Hindu. Demikian juga untuk menjaga keharmonisan alam semesta inilah maka umat Hindu supaya betul-betul melaksanakan Tri hita karana sesuai dengan ajaran dianugerahi pemikiran, perasaan,daya karsa dan usaha, oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitasnya sebagai manusia perlu kiranya meningkatkan pengetahuan tentang sradha bakti dan karmanya untuk mewujudkan tujuan beragama Hindu yaitu Moksartham Jagadita ya ca iti Dharma. Tidak lepas dari ajaran agama pelaksanaan upacara manusia yadnya upacara Mitoni dengan tradisi Jawa ini sudah sangat langka di masyarakat Jawa melaksanakan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul Bentuk dan Makna Upacara Manusia Yadnya Mitoni dengan tradisi Jawa. Tujuannya supaya generasi penerus mengetahui dan memahami upacara Mitoni dengan tradisi Jawa yang benar dan lengkap. Mengetahui dan memahami bentuk sesaji/banten yang dibuat dan dihaturkan, serta mengetahui dan memahami makna sesaji/banten yang dibuat, diahturkan dan prosesi yang dilaksanakannya. Sehingga semua proses dari awal, pertengahan hingga akhir dari upacara mitoni dengan tradisi jawa ini masyarakat memahami. Macam-macam peralatan yang harus dipersiapkan yaitu Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih. Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman,Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman,Batok tempurung sebagai gayung siraman ciduk,Boreh untuk mengosok badan pengganti sabun, Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir, Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman, Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman, Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik, Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro, Dua meter lawe atau janur kuning, Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi, Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan. Upacara mitoni tak terlepas dari beragam sesaji sebagai ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Bawah ini merupakan sesaji yang dihaturkan dalam upacara mitoni sebagai berikut Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot, Tumpeng Kuat, yang bermakna bayi yang akan dilahirkan nanti sehat dan kuat, Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias, Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar Kue, buah, makanan kecil, Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak, bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga, Dawet, supaya menyegarkan, Keleman, semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh BaihaqiPenelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan karakteristik tradisi mitoni yang terdapat di Jawa Tengah sebagai salah satu jenis sastra lisan. Karakteristik dalam tradisi mitoni yang ada di Jawa Tengah tersebut dapat diuraikan dan dianalisis dengan teori sastra lisan Ruth Finnegan yang berkaitan dengan komponen dalam sebuah pertunjukan sastra lisan. Kajian ini diharapkan dapat membuat karakterisasi budaya dan mengangkat kembali tradisi mitoni yang selama ini mungkin semakin terasingkan oleh masyarakatnya sendiri sebagai salah satu dampak dari globalisasi dan modernisasi. Hal yang dikaji dalam penelitian ini adalah komponen-komponen dalam tradisi mitoni berupa penutur, properti, partisipan, dan bacaan atau doa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif sintesis. Kata kunci karakteristik mitoni, tradisi mitoni di Jawa Tengah, komponen sastra lisan Robert SibaraniDalam makalah ini dibahas tentang bagaimana kajian antropolinguistik mampu membedah suatu tradisi lisan dan menghasilkan suatu analisis yang apik dari hubungan keduanya. Dalam pembahasan ada tiga pendekatan utama dalam kajian antropolinguistik yaitu performansi performance, indeksikalitas indexicalty, partisipasi participation,yang terbukti efektif dalam mengkaji hubungan struktur teks, koteks dan konteks budaya, ideologi, sosial, dan situasi suatu tradisi lisan yang dilatarbelakangi unsur-unsur budaya dan aspek kehidupan manusia yang berbeda-beda. Dengan mengacu pada teori Duranti 1977 14, disimpulan dalam akhir pembahasan bahwa meskipun pendekatan antropolinguistik terhadap kajian tradisi lisan terkesan’ tumpang-tindih dengan pendekatan linguistik budaya cultural linguistics dan etnolinguistik ethnolinguistics lihat Folley, 199716 , namun dengan jabaran penekanan tertentu pada kajian antropolinguistik, yaitu penekanan antropolinguistik dalam menggali makna, fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal suatu tradisi lisan, konsep ketiganya dapat dibedakan. Lebih dari pada itu, pendekatan antropolinguistik mampu merumuskan model revitalisasi dan pelestarian suatu tradisi lisan. Dalam hal inilah ciri pembeda kajian antropolinguistik dengan pendekatan yang lain terlihat kuat dan Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda CendikiaPuji RahayuDan DkkRahayu, Puji, dan Dkk. Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda Cendikia, AdrianaNeloniMitoniTingkebanAdriana, I. "Neloni, Mitoni, atau Tingkeban." Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 BoanergisJacob Daan EngelDavid SamiyonoBoanergis, Yohanes, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono. "Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa." Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan PadangRetno IntaniNovita DanDamayantiIntani, Retno, dan Novita Damayanti. "Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang." Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539-52.

CaraMenghitung Weton Jawa dan Kepercayaan yang Dianut Masyarakat Jawa Di Indonesia, masih banyak kepercayaan tradisional yang masih dianut sebagian masyarakat, salah satunya adalah menghitung weton. Menghitung weton merupakan tradisi yang dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Jawa sebelum menggelar acara besar.

Setiap daerah pasti memiliki sebuah tradisi yang di khususkan kepada orang yang sedang hamil. Tradisi tersebut berjalan sesuai adat dan budaya setempat selama puluhan bahkan ratusan tahun lamanya. Pada tradisi adat Jawa, orang yang sedang mengandung selama 7 bulan harus mengadakan sebuah ritual. Salah satu tradisi yang paling terkenal adalah tradisi mitoni, tradisi selamatan hamil 7 bulanan yang sudah ada sejak dari dulu di wilayah pulau Jawa. Tradisi 7 bulanan ini memiliki banyak istilah dalam penyebutannya, di Jawa Tengah, tradisi tujuh bulanan dikenal dengan istilah mitoni, sedangkan di Jawa Timur upacara adat 7 bulanan lebih dikenal dengan tradisi tingkeban, selain itu di daerah Madura juga memiliki penyebutan yaitu palet kandhungan, dan di Jawa Barat disebut dengan tradisi nujuh bulan. Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan serangkaian upacara siklus hidup. Tujuan adanya tradisi mitoni ini adalah memohon keselamatan untuk calon ibu dan calon bayi agar mendapatkan keselamatan sejak dalam kandungan hingga tumbuh dewasa. Selain itu, mitoni juga bertujuan untuk melestarikan budaya nenek moyang, agar tetap terjaga. Sehingga, unsur budaya yang ada pada mitoni tetap menjadi ciri khas bagi masyarakat Jawa. Dalam tradisi mitoni terdapat beberapa macam jenang yang dijadikan sebagai pelengkap, yaitu jenang abang, jenang putih, jenang kuning, jenang ireng, jenang waras, dan jenang sengkolo. Tidak hanya itu, mitoni juga menggunakan sajian tumpeng, lauk pauk pelengkap, buah-buahan, kembang setaman, serta berbagai jenis dedaunan. BACA JUGA Regionalisme dan Regionalisasi dalam Membangun Keberagaman di Indonesia Beberapa daerah yang melakukan tradisi mitoni memiliki rangkaian acara yang berbeda-beda. Pada Umumnya, tradisi mitoni ini diawali dengan upacara siraman dengan maksud untuk membersihkan kotoran yang melekat pada tubuh ibu hamil serta membersihkan hati dan jiwa, sesuai dengan istilah jawa ngruwat sukerta. Air yang digunakan untuk prosesi penyiraman diambil dari 7 sumur yang berbeda. Setelah itu dilanjutkan dengan prosesi brojolan melepaskan dua buah kelapa muda gading. Caranya adalah kelapa tersebut diberi gambar tokoh wayang Kamajaya dan Kamaratih, yang dimana keduanya melambangkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Diumpamakan dengan buah kelapa gading yang menjadi simbol bahwa orang tua sudah siap menerima apapun jenis kelamin buah hati mereka. Untuk penutup acara, diadakan dodol atau jualan rujak yang dilakukan oleh calon ibu dengan membawa sebuah wadah untuk menampung hasil jualannya. Uang yang digunakan untuk membayar hasil jualan tersebut dinamakan kreweng potongan tanah liat. Tradisi tersebut bisa dilakukan pada hari selasa dan sabtu baik siang maupun malam hari. Tradisi mitoni merupakan tradisi yang sangat baik. Oleh sebab itu kita harus melestarikannya agar tradisi mitoni tetap ada dan bisa diturunkan ke generasi selanjutnya. Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS Salahsatu yang paling terkenal adalah mitoni, acara 7 bulanan dalam adat Jawa yang hingga kini masih banyak dilakukan oleh ibu hamil. Mitoni, dalam tradisi Jawa, adalah serangkaian upacara siklus hidup. Mitoni sendiri berasal dari kata 'am' dan 'pitu'. 'Am' menunjukkan kata kerja, sementara 'pitu' berarti tujuh atau hitungan . 251 19 336 76 90 325 291 293

cara menghitung mitoni adat jawa